Sabtu, 09 November 2013

kerajaan singasari





kerajaan singasari
Sejarah Singkat Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan di Jawa yang letak kerajaanya ada di daerah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pendiri kerajaan Singasari adalah Ken Arok, pada tahun 1222 M. Berdirinya kerajaan singasari ini adalah berawal dari kerajaan Tumapel yang dikuasai oleh seorang akuwu ( bupati ). Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.

Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken Arok memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis, saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes dengan suami pertamanya Tunggul Ametung). Keruntuhan kerajaan singasari di awali dari Kerajaan Singasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa dan akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari pun berakhir.
Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M /1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
·         A. SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN SINGASARI
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
·         2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
·         3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki singgasana.
·         4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.
Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
·         Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.



PERKEMBANGAN BUDAYA
Dalam masa kehidupannya yang relatif singkat, yaitu selama 70 tahun (1222-1292) maka Kerajaan Singasari telah menghasilkan kaiya-karya budaya yang banyak dan mengagumkan. Karya-karya tersebut berupa candi maupun Arca-arca yang berada di dalam dan sekitarnya yang apabila diidentifikasi­kan atribut-atributnya maka akan dijumpai karakteristik/ciri-ciri khas seni dari zaman Singasari. Dari sinilah nanti yang ingin dikembangkan sebagai ciri-ciri khusus Pengantin Malang Keputren.
Adapun candi-candi serta arca-arcanya yang berasal dari zaman Singasari yang akan dijadikan rujukan:
CANDI KIDAL

Seperti telah diketahui bahwa candi ini merupakan Dharma dari Raja Anusapati, dalam arca perwujudan sebagai Siwa. Arca Siwa ini sekarang tidak berada ditempat, namun disimpan di Museum Royal Tropical Institut di Amsterdam. Sebagai perwujudan dari Dewa maka patung ini memiliki empat tangan. Tangan kedewataan yaitu dua tangan dibelakang memegang camara dan aksamala (Tasbih), sedang dua tangan yang didepak (tangan manusianya) memegang bunga padma. Di kanan kiri patung tersebut terdapat bunga padma yang sedang mekar yang keluar dari umbinya.
Di atas pintu masuk candi terdapat relief kala yang di atasnya terdapat tumbuhan yang menggambarkan nirwana yang disebut pohon parijata. Selain itu di Candi Kidal juga terdapat relief Garuda, yang menggambarkan salah satu adegan dari cerita Garudeya. Cerita ini memaparkan peijuangan Garuda untuk membebaskan ibunya yaitu sang Winata dari perbudakan saudaranya yaitu Kadru Dalam upaya tersebut Garuda berhasil memperoleh amrta (air kehidupan) sebagai penebus ibunya. Model hiasan kendi di sini dapat dijadikan sumber untuk peralatan upacara adat.
CANDI JAJAGHU (JAGO)

Raja Wisnuwardhana di Dharmakan di Candi Jajaghu dalam perwujudan sebagai Budha. Candi ini diperkirakan selesai dibangun tahun 1280 yaitu tepat 12 (dua belas) tahun setelah wafatnya. Upacara 12 tahun sesudah seorang raja wafat disebut upacara Craddha.
Candi ini mengandung unsur sinkretis antara Hindu dan Budha,
karena rellefoya terdapat baik cerita dari agama Hindu (Prathayjna, Arjuna
JViwaha, Kresnayana) maupun cerita dari agama Budha (Kunjarakarna). Dari penggambaran relief-reliefnya ini didapati keunikan-keunikannya antara lain terdapatnya tokoh ponokawan yang selalu mendampingi seorang ksatria, serta bentuk relief yang menyerupai wayang yaitu penggambaran tokoh dengan badan berbentuk miring yang tiga perempat wajahnya kelihatan. Dari wajah serta ornamentasi relief-reliefnya dapat ditelusuri pola asesori yang dipakainya untuk menunjukkan status dari seorang tokoh.
Selain itu juga terdapat empat arca yang merupakan tokoh dhajani Budha dan empat tara yaitu Cyamatara, Sudhanakumara, Hayagriva dan Bhrkuti. Sebagai suatu contoh dapat dikemukakan bahwa pada arca Bhrkuti adalah memiliki empat tangan. Dua tangan yang didepan (sebagai tangan manusia) pada tangan yang kiri memegang kamandalu atau kendi. Bentuk kendinya sangat bagus. Di samping busananya, lipatan kain yang tipis sangat menakjubkan serta sabuk yang penuh hiasan. Di kanan kiri patung ini terdapat bunga padma yang sedang mekar yang keluar dari umbinya.
CANDI SINGASARI 

Candi ini terletak di Kecamatan Singasari Kabupaten Malang, kurang lebih 12 km arah utara Kota Malang. Raja Kertanagara setelah wafat abunya diperabukan di dua tempat yaitu di Candi Jawi di dekat Tretes, Kabupaten Pasuruan dan yang lain di Candi Singasari.
Candi ini bersifat siwaistis, terlihat dari Dewa dan Dewi keluarga Siwa yang menghuni bilik-bilik candi yaitu Arca Dewi Durgamahisasuramardhini, Ganeca, Siwa Mahakala, Siwa Mahaguru (Agastya). Namun patung-patung ini sekarang tidak ada ditempatnya, sudah lama diboyong ke museum Leiden di Negeri Belanda, kecuali arca Siwa Mahaguru. Arca-arca tersebut diambil dari tempatnya tahun 1804 dan di bawa ke Nederland tahun 1819, sebagai koleksi Museum Leiden untuk menunjukkan kepada pengunjung-pengunjung Eropa betapa indahnya patung Jawa-Hindu. Arca-arca yang terdapat di kompleks candi ini pun menunjukkan tanda-tanda khas Singasari yaitu di kanan kiri tokoh/arca tersebut terdapat hiasan lotus/bunga padma yang sedang mekar yang keluar dari umbinya.
Demikian pula arca yang indah yang berasal dari salah satu Candi Singasari (diperkirakan dahulu Candi Singasari terdiri dari beberapa Candi) yang dikenal dengan patung Prajnaparamita. Patung ini merupakan lambang kebijaksanaan dari agama Budha, dengan sikap tangan Dharmacakramudra (memutar roda dunia). Tanda utama yang lain adalah sebuah buku yang diletakkan di atas 4otus/padma. Seperti patung-patung lainnya dari periode
Jawa Timur, patung ini dapat ditafsirkan sebagai patung seorang Raja Putri, yang dalam kaitan ini dihubungkan dengan tokoh Ken Dedes. Pitung yang sangat indah ini disimpan di Museum Leiden, namun sejak periode 90-an telah dikembalikan ke Indonesia dan sekarang menjadi penghuni Museum Pusat Jakarta. Dari patung ini dapat diketahui betapa indahnya asesori yang melekat pada tubuhnya.
Dari pelbagai sumber di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tanda- tanda khas dari periode Singasari adalah bunga padma yang sedang mekar yang keluar (berasal) dari umbinya bukan dari Vas seperti dari periode Majapahit. Karenanya Harpi Melati Kabupaten Malang menjadikan ciri khas ini yaitu bunga padma (lotus) yang keluar dari umbinya dengan segala variasinya dijadikan dasar untuk mengembangkan tata rias dan tata busana Pengantin Malang Kaputren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar